Sabtu, 27 Oktober 2007

79 Tahun Sumpah Pemuda : Saatnya Kaum Muda Memimpin

[Suara Pembaruan] - Kaum muda memberi peran besar pada perjuangan bangsa Indonesia dan menjadi pelopor perubahan sejarah di Tanah Air. Untuk itulah, sudah saatnya masyarakat memberi peluang kepada kaum muda untuk masuk dalam kepemimpinan nasional, termasuk menjadi calon presiden.

Pandangan tersebut dinyatakan budayawan Frans Magnis Suseno, saat berbicara dalam Workshop Kebangsaan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), di Jakarta, Jumat (26/10). Dia menilai, semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 hingga kini tetap menantang dan diperlukan guna memperbarui semangat persatuan bangsa. Dalam kemajemukannya, Indonesia harus terus berjuang untuk masa depan yang lebih manusiawi. "Inilah saatnya untuk calon muda maju sebagai pemimpin baru dalam bangsa yang plural ini," ujarnya.

Untuk itu, dia mendorong generasi muda tampil memperbarui kondisi Indonesia saat ini. Bahkan, peluang kepemimpinan nasional, termasuk calon presiden, juga harus direbut oleh orang-orang muda.

Tantangan Kemajemukan. Dalam kaitan peringatan 79 tahun Sumpah Pemuda, aktivis gerakan mahasiswa 1998 yang juga Ketua Forum Kajian Pemuda Kebangsaan, Wahab Matullah, serta sejarawan yang juga dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Donatus Haryo, sepakat bahwa kaum muda berperan besar dalam sejarah peradaban Bangsa Indonesia. Tonggak sejarahnya adalah Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Reformasi Na- sional 1998.

Menurut Wahab, realitas sejarah mencatat, generasi muda terbukti tangguh berkiprah di Tanah Air. "Kaum muda perlu menguatkan nilai-nilai kebangsaan. Keberadaan atas kemajemukan budaya adalah aset kekayaan bangsa yang harus dijaga. Caranya melalui upaya dalam membentuk rasa kebangsaan. Ini terkait dengan pertumbuhan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang pluralis dan heterogen," ujarnya.

Pluralitas dan heterogenitas, menurut Wahab, tetap menjadi masalah krusial ketika ada anasir atau kepentingan kelompok dari golongan tertentu yang menginginkan Bangsa Indonesia tetap lemah, sehingga mereka dapat mengambil ke- untungan.

Sementara Donatus berpendapat, Sumpah Pemuda 1928 merupakan upaya untuk menghadapi tantangan kemajemukan, dan pada hakikatnya merupakan pernyataan moral terbentuknya satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia. Selain itu, Sumpah Pemuda dianggap sebagai tali perekat untuk menyamakan visi dan misi keragaman budaya bangsa.

Selanjutnya, ujar Donatus, Pembukaan UUD 1945 secara jelas dan tegas menggambarkan penghormatan terhadap keberagaman dan jaminan akan adanya perbedaan.

"Namun, pada praktiknya, nilai-nilai yang terkandung dalam konsepsi itu telah tercabut dan diabaikan begitu saja. Akibatnya, di sana-sini terjadi persoalan bangsa yang mengarah pada perpecahan individu, kelompok, dan antargolongan. Kita bersama-sama harus dapat mengatasinya," katanya.

Di tempat terpisah, Ketua Pusat Studi Hukum dan Pembangunan (PSHP), Ade Komarudin, Sabtu (27/10) mengatakan, saat ini visi dan konsepsi kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila mulai ditinggalkan dan digantikan dengan visi dan konsepsi kebangsaan yang tidak jelas arahnya. Ade berharap kondisi ini harus segera dicari jalan keluarnya agar arah pem- bangunan negara dan bangsa ini tetap sesuai dengan cita-cita para pendiri negara.

Peringatan 79 tahun Sumpah Pemuda, kata Ade, merupakan momentum penting untuk merefleksikan kembali semangat nasionalisme yang dibangun para pemuda jauh sebelum Republik Indonesia diproklamasikan. Peradaban maju saat ini yang didukung pesatnya ilmu dan teknologi, harus tetap dilandasi wawasan kebersamaan membangun bangsa dari keberagaman, yang antara lain ada dalam semangat Sumpah Pemuda. (Sabtu : 27/10/2007)

Tidak ada komentar: